COPYWRITER, COPYWRITING, DAN BAHASA
Hasil kerja seorang copywriter disebut dengan copywriting.Copywriting merupakan rancangan bahasa dalam pembuatan iklan.Copywriting sering diartikan sebagai hasil kerja gabungan antara sastrawi dan intelektual. Sehingga syarat utama menjadi copywriteradalah penguasaan bahasa.
Dalam hal ini terdapat unsur mencipta, menyajikan kebenaran yang faktual menggunakan bahasa — sangatlah dipentingkan.
Copywriting adalah benda abstrak berstruktur kata-kata yang membangun emosi dan membentuk imajinasi sehingga mempengaruhi pembaca maupun pendengarnya untuk berbuat seperti yang diharapkan si pembuat teks. Daya pengaruh ini begitu kuat, bahkan seperti bisa menghipnotis.
Oleh karena itu, bahasa dalam iklan dituntut mampu menggugah, menarik, mengidentifikasi, menggalang kebersamaan, dan mengkombinasikan pesan dengan komparatif kepada khalayak (Stan Rapp & Tom Collins, 1995: 152). Dengan demikian, struktur kata dalam iklan:
1. Menggugah: mencermati kebutuhan konsumen, memberikan solusi, dan memberikan perhatian.
2. Informatif: kata-katanya harus jelas, bersahabat, komunikatif. Tidak bertele-tele apalagi sampai mengabaikan durasi penayangan.
3. Persuasif: rangkaian kalimatnya membuat konsumen nyaman, senang, tentram, menghibur.
4. Bertenaga gerak: komposisi kata-katanya menghargai waktu selama masa penawaran/masa promosi berlangsung.
Untuk menyampaikan gagasan pikiran dalam suatu bahasa seorang penulis iklan harus mengetahui aturan-aturan bahasa tersebut, seperti tata bahasa, kaidah-kaidahnya, idiom-idiomnya, nuansa atau konotasi sebuah kata, dan sebagainya. Syarat ini adalah syarat yang mutlak.
“Bermain-main” dengan bahasa atau sesekali melanggar peraturan baku, boleh-boleh saja. Tetapi aturan bakunya, harus kita kuasai dulu. Dan ini justru dipakai oleh para copywriter demi kreativitasnya untuk memancing perhatian.
Untuk penulis naskah dengan menggunakan bahasa Indonesia, mereka harus menguasai EYD. Hal ini dipakai untuk menjelaskan hal yang sangat gamblang, misalnya “di” awalan harus disambung, dan “di” kata depan harus dipisah.
Bahkan menurut Agustrijanto ( 2004:75) seringkas apa pun sebuah kalimat pada copywriting, ia harus mempunyai subjek dan predikat. Tanpa itu gugur sudah kekuatan copywriting. Pengertian subjek predikat ini tidak boleh diartikan kaku seperti halnya kita mempelajari tata bahasa karena materi teks periklanan sangat tergantung di media mana iklan diterapkan.
Panduan bagi seorang copywriter untuk menulis iklan adalah Brief Kreatif. Dengan demikian, gaya berbahasa dan jenis kata dalam iklan yang dibuatnya untuk surat kabar tentu berbeda dengan iklan yang ditayangkan di radio atau televisi. Sebab surat kabar mementingkan mata dan dapat diamati orang dengan lama. Sementara radio mementingkan telinga dan televisi mementingkan mata dan telinga. Kedua yang terakhir ini bersifat sekelebat.
Selain itu, bahasa yang dipakai dalam copywriting harus mampu mengarahkan target audience untuk membeli, menggunakan, atau beralih ke produk jasa yang diiklankan. Tentu saja, perlu jugadiperhatikan apakah produk yang diiklankan baru ataukah sudah lama.
Gaya dan jenis bahasa yang dipakai pun harus sesuai dengantarget audience. Seorang copywriter seharusnya mengetahui dengan siapa dia berbicara, bagaimana kebiasaan perilaku mereka, dan di mana mereka berada. Sebagai contoh sederhana dalam kehidupan sehari-hari, kita akan berbicara secara berbeda dengan teman, kuliah, sahabat, pacar, penjual di kantin. Bahkan secara lebih spesifik kita akan berbeda melakukan penbicaraan dengan teman kita yang berasal dari Jawa dan dari Batak, akan berbeda berbicara dengan orang tua dan orang yang sebaya.
Efektivitas Kata dalam Iklan
Sebuah atau beberapa kata namun memiliki sifat menjual itulah efetivitas kata dalam copywriting. Di sini terdapat kekuatan narasi, teks, atau diksi dari sebuah iklan dapat membuat orang terpengaruh untuk berbuat seperti yang dikehendaki pesan iklan tersebut. Sehingga memang benar sangat diperlukan kata-kata yang memadai.
Bahasa dalam iklan selain memperhatikan masalah ide yang diwujudkan dalam bentuk kat-kata, dalam penghadirannya bahasa iklan menurut Goddard
(2003:13-16) juga memperhatikan hal-hal “paralanguage” yang merupakan pakaian yang dipilih copywriter dan art director untuk membungkus idenya. Paralanguage itu berupa layout, jenis huruf, visual dan media, untuk membentuk iklan secara menyeluruh.
Dengan demikian ,jika unsur paralangue tersebut diolah secara maksimal, efektivitas iklan akan tercapai. Efekivitas ini, secara substansi didukung oleh efektivitas kata.
Penggunaan bahasa dalam iklan terkadang dipandang menarik, jika bersifat main-main, atau menurut Hakim (2006) bersifat “lanturan”. Menurutnya lanturan berbeda dengan kata melantur yang artinya ngawur, tidak nyambung dengan topik yang sedang dibahas. Sementara lanturan adalah sengaja melantur atau melantur dengan tujuan. Namun, lanturan yang dibuat tersebut harus selalu dijaga relevannya. Karena itu, carilah lanturan yang sejauh-jauhnya, namun bawalah relevansi sedekat-dekatnya (Hakim, 2006: 78-79).
Hal yang paling dekat dengan lanturan adalah plesetan. Orang muda saat ini tidak terasa gaul jika tidak banyak berplesesetan dalam bercanda. Orang tertawa ketika mendengar plesetan karena relevansinya. Relevansi dalam konteks ini adalah kata asli yang diplesetinya. Jika orang tidak tertawa berarti tidak relevan. Tidak ada korelasi kata asli dengan plesetannya.
Untuk berpandai-pandai dalam membuat lanturan, seorang copywriterharus menguasai gaya bahasa, baik itu personifikasi, analogi,kontradiksi, metafora, sinisme, sarkasme, hiperbola, paradoks dan masih banyak lagi.
Perhatikanlah iklan rokok A-Mild dalam seri “tanya kenapa”. Iklan tersebut dipasang di sepanjang jalan-jalan tol di Jabodetabek. Iklan tersebut bertuliskan “terhambat di jalan bebas hambatan” dengan visual yang dilatari oleh kemacetan mobil. Karena itu dipasang di sepanjang jalan tol Jabodetabek, dapat kita pastikan bahwa target audience adalah para sopir, penumpang kendaraan yang melewati jalan tersebut. Hanya masalahnya, apa kaitan kata-kata itu dengan rokok A-Mild? Di sinilah berlaku sifat lanturan. Namun, apakah itu relevan?
Yang jelas iklan tersebut masuk dalam seri iklan A-Mild “tanya kenapa”. Kita tahu bahwa iklan-iklan dalam seri tersebut selalu berisi kritik sosial. Dalam konteks ini, iklan rokok A-Mild mengusung brandbahwa dia adalah rokok yang cerdas dan kritis terhadap kondisi masyarakat. Kemudian, orang akan bertanya “apa hubungannya semua itu dengan A-Mild sebagai rokok?” Untuk menjawab hal itu memang diperlukan penjelasan tentang sejarah A-Mild.
Ketika awal peluncuran produk tersebut, A-Mild mengusung brandrokok yang rendah tar dan rendah nikotin. Dengan kata lain, rokok ini adalah rokok sehat, sebuah produk yang tentu saja mendukung kampanye anti nikotin. Dengan demikian, sebenarnya tak masalah orang-orang tetap mentradisikan merokok dengan tetap memperhatikan kesehatan karena A-Mild telah dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Namun, tata krama beriklan di Indonesia menerapkan aturan yang tegas untuk rokok. Antara lain iklan tidak boleh menayangkan atau menvisualkan bentuk rokok dan orang merokok. Dan lebih ekstrim lagi, iklan rokok selalu harus memuat tulisan “rokok dapat menggangu kesehatan, serangan jangtung, gangguan kemailan dan janin”. Cobalah lihat contoh rokok A-Mild berikut ini.
Sebuah kritik yang diusung oleh iklan rokok ini: Mengapa pihak-pihak tertentu mengatur secara “ketat” produk rokok sehat ini. Padahal di masyarakat terdapat banyak sekali PR yang masih harus diselesaikan, seperti banjir di ibu kota, macet di jalan tol, sikap petugas pemerintah yang sulit sekali memberi tanda stempel, mentaati peraturan kalau ada yang melihat, dan lain-lain. Nah, dalam konteks ini iklan tersebut sangatlah relevan.
RINGKASAN
Hasil kerja seorang copywriter disebut dengan copywriting.Copywriting adalah benda abstrak berstruktur kata-kata yang membangun emosi dan membentuk imajinasi sehingga mempengaruhi pembaca maupun pendengarnya untuk berbuat seperti yang diharapkan si pembuat teks. Oleh karena itu, bahasa dalam iklan dituntut mampu menggugah, informatif, persuasif, bertenaga gerak.
Untuk menyampaikan gagaan pikiran dalam suatu bahasa seorang penulis iklan harus mengetahui aturan-aturan dalam sebuah bahasa. Tentu saja, “bermain-main” dengan bahasa atau sesekali melanggar peraturan baku diperbolehkan asalkan hal itu memang menjadi konsep kreatif dan terdapat dalam Kreatif Brief.
Keefektivan bahasa dalam iklan harus memiliki sifat menjual serta memperhatikan media iklan, target audience , serta rencana pemasaran: apakah produk baru ataukah lama. Hal ini harus didukung oleh “paralanguage” yang berupa layout, jenis huruf, visual dan media.
Terkadang penggunaan bahasa dalam iklan dipandang menarik, jika bersifat bersifat lanturan. Lanturan adalah sengaja melantur, dengan selalu menjaga sifat relevan dari lanturan tersebut. Syarat untuk membuat lanturan adalah penguasaan gaya bahasa, baik itu personifikasi, analogi, kontradiksi, metafora, sinisme, sarkasme, hiperbola, maupun paradoks.
References :
Goddard,Angela.2003. Language of Advertising. Second Edition. London: Routledge.
Aitchison, Jim (1999). Cutting Edge Advertising. Prentice Hall, Singapore.
Dunhill, Rolling Stone, June 20, 2002, p. 16
Sunset image. Ideas for Great Windows and Doors. Sunset Books, Menlo Park, CA. 1996, p. 51.
Rapp, Stan & Tom Collins. 1995.Terobosan Baru dalam Strategi Promosi, Periklanan,